Kamis, 08 Desember 2011

Manusia, wakil Tuhan di bumi ?


Manusia, wakil Tuhan di bumi ?

Bismillahirrahanirrahiim, segala puji bagi Allah atas limpahan karunia-Nya, shalawat dan salam kita mohonkan semoga tercurah kepada nabi Muhammad saw. Beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut beliau yang setia.
Analisa sederhana yang telah hadir di depan anda ini adalah sebuah hasil-hasil diskusi dari sebuah komunitas Pusat Studi dan Penelitian yang ada di Kota Kediri. Segelintir mahasiswa yang tergabung dalam Association of Islamic Studies (AIS) yang berusaha menghidupkan kehidupan akademis kampus yang telah lama tertelan oleh eloknya Kota Kediri. Berawal dari inisiatif yang di anggap konyol, tidak mungkin, bahkan mengada-ada, akan tetapi, rintangan seberat satu ton batu pun akan tetap di pecahkan untuk menghilangkan kebuntuan yang selama ini telah menyumbat pintu intelektual di Kota Kediri.
Hal pertama yang penulis pertanyakan adalah apakah manusia di lahirkan di dunia ini berposisi sebagai wakil tuhan, bahkan ada yang mengatakan manusia diciptakan tuhan di bumi ini sebagai “Khalifah fi al-Ardl” yang mereka maknai bahwa manusia adalah wakil tuhan yang mempunyai sifat dasar menjaga, baik, dan cinta kebijakasanaan, apakah memang seperti itu ? Mereka selalu mendengung-dengungkan makna kesempurnaan dalam diri manusia berdasarkan al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 30 yang berbunyi:

واذ قال ربّك للملائكة إنّى جاعل فى الأرض خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبّح بحمدك ونقدّس لك قال إنّى أعلم مالا تعلمون وعلّم ادم الأشياء كلّها ثمّ عرضهم على الملائكة فقال انبئونى باسماء هؤلاء إن كنتم صادقين   
Artinya:
Ingatlah ketika tuhan-mu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan menyucikan engkau ?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudiakan mengemukakannya kepada malaikat, lalu berfirman, “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”
Kemudian manusia sering kali menyatakan bahwa dirinya adalah mahluk paling sempurna yang memiliki kelebihan dari pada yang lain, adagium yang sangat menggelitik jika didengar di telingga. Coba amatilah statement saya ini, “Anda tau Hitler ? tokoh yang sangat kejam, dia adalah orang yang tak punya belas kasihan bahkan tega membunuh manusia-manusia lain. Anda juga tau kucing ? dia adalah jenis hewan yang sering kali dikatakan manusia sebagai mahluk yang derajatnya dibawah derajat manusia, tapi taukah anda tentang kucing yang anda katakan derajatnya dibawah anda itu ? dia adalah mahluk yang lebih bagus nilai interaksinya terhadap sesamanya, dia sangat penyayang kepada anak-anaknya. Mereka tak pernah mempunyai angan-anagan untuk membuat suatu makar (baca: rekayasa) untuk menghancurkan kucing di daerah yang lain agar ia mendapatkan kekuasaan dan kekayaan yang lebih banyak. Apakah itu yang anda maksud dengan mahluk terbaik ?
Kalau toh anda mengambil sampel hewan buas seperti harimau dan anda menamakan ia sebagai hewan yang kasar, tega, ganas dan tak bertanggung jawab atas kehidupan kehewanan. Meka akan saya jawab, bahwa hewan buas memakan hewan lain itu hanya karena memang hal itu menjadi kebutuhan mendasar bagi mereka, dan ia hanya secara alamiah melakukan hal tersebut, maka mereka tidak bisa kita katakan bahwa harimau adalah jenis hewan yang tak mempunyai kasih sayang atau pun kasar. Yang di maksud dengan kasar, mempunyai sifat kasih sayang, yang saya maksud adalah bahwa mahluk yang satu jenis menyayangi mahluk yang lain atau mahluk yang satu melukai atau membunuh yang lain, bukanlah mahluk yang membunuh mahluk lain karena memang secara alamiah itu menjadi hal yang mendasar dalam kehidupannya.
Sebelum manusia menempati bumi, keadaan bumi sangat sejahtera, lestari dan terjaga, belum ada sosok mahluk yang menghancurkan bumi secara besar-besaran. Namun setelah manusia pertama menghuni bumi mulailah pemanfatan dan eksploitasi bumi besar-besaran di kenal oleh mahluk bumi, bahkan naif jika dikatakan bahwa manusia yang menempati bumi adalah mahluk yang diciptakan dan berfungsi sebagai penjaga bumi.   
Saya selalu tidak sepakat kalau dikatakan bahwa manusia adalah mahluk yang di ciptakan tuhan di bumi dan menjadi wakil tuhan, ia akan menjaga stabilitas dan kelestarian bumi dengan mengunakan dalil al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 30. Terkadang kita salah memaknai bahkan tidak mampu untuk mengklasfikasikan mana yang menjadi kata kunci dan mana yang umum  (عام)dan yang khusus (خاص) akhirnya kita salah dalam dalam menginterpretasikan ayat tersebut.
Baiklah saya akan mengklasifikasikan ayat yang biasa di gunakan oleh mayoritas umat Islam untuk menyatakan bahwa manusia adalah mahluk tertinggi ciptaan tuhan yang mengemban misi rekonsiliasi, stabilitas atau kelestarian alam dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 30.
Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa tuhan menjadikan seorang Khalifah di bumi, kemudian malaikat menjawab statement tuhan tersebut dengan mengatakan “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan menyucikan engkau ?” Kata-kata Kholifah yang dimaksud tuhan dalam al-Qur’an surat al-Baqoroh ayat 30 menurut pandangan saya, adalah bahwa sebagai Pengganti Mahluk Tuhan, karena pada dasarnya kata kholifah yang saya artikan sebagai mahluk pengganti, jika dilihat dari segi makna bahasanya kholifah berarti pengganti, sebelum ada manusia di bumi (Adam) sudah ada mahluk yang menempatinya.
Dilihat dari karakteristik ayat di atas ada klasifikasi yang spesifik dan bisa untuk menjelaskan ayat tersebut. Ada tiga kata kata kunci yang dapat kita bahas disini yaitu kholifah (خليفة), yufsid (يُفسد) , dan yasfiku (يسفك) . Kata kholifah dalam ayat tersebut ternyata ada kaitannya dengan kata yufsid (merusak) dan kata yasfik (mengalirkan) dan keterkaitannya sangat erat sekali, kalau kita memisahkan antara kholifah dengan yufsid dan yasfik akan menimbulkan kerancuan dalam memahami kata kholifah.
Kalau kita cermati secara mendalam manusia adalah mahluk yang mempunyai dua potensi yaitu baik (peran akal) dan buruk (peran nafsu) dan kecenderungan manusia yang paling dominan adalah buruk jika melihat konteks ayat tersebut. Manusia memiliki potensi merusak, karena pada dasarnya manusia adalah mahluk konsumtif dan hanya dapat mengunakan apa-apa yang ada di bumi. Oleh karenanya ada konsep manusia super yang berjumlah sedikit dan mempunyai kesadaran untuk menciptakan keselarasan di muka bumi. Manusia akan hilang kesadaran jika dia hanya memahami mahluk konsumtif dan manusia akan selalu membutuhkan manusia super yang menjelaskan dan memberi pemahaman tentang makna dasar manusia.
Ayat diatas akan menjadi gamblang jika kita kaitkan dengan ayat yang lain yang menjelaskan mana yang umum dan mana yang khusus, sehingga kita mendapatkan gambaran global dan akhirnya kita tahu apa makna yang dimaksud dari di ciptakannya manusia di bumi. Ayat yang saya maksud adalah surat ‘Ali Imron ayat 110:

كنتم خير أمة اخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ولو امن اهل الكتاب لكان خيرا لهم منهم المؤمنون واكثرهم الفاسقون

Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Dalam ayat di atas sangat membantu kita memahami ayat sebelumnya, bahwa ada klasifikasi yang jelas terkait dengan diutusnya manusia ke bumi. Ayat pertama yang menyatakan bahwa manusia adalah khalifah di bumi menurut saya adalah gambaran umum manusia sebagai salah satu mahluk yang ada di bumi. Dalam ayat tersebut belum sama sekali membahas klisifikasi manusia ataupun membahas tugas-tugas manusia di muka bumi di sana hanya menggambarkan ciri umum saja. Adapun  gambaran khususnya dijelaskan oleh Allah dalam firmannya surat ‘Ali Imran ayat 110.
Dalam surat ‘Ali Imran ayat 110 Allah menyebutkan kata Khira Ummah (umat terbaik) dan khaira ummah tersebut adalah gambaran khusus. Mengapa saya katakan gambaran khusus karena kata yang selanjutnya menyebutkan Ukhrijat li an-Nash (yang dilahirkan untuk manusia), kata tersebut mengindikasikan gambaran umum dan selaras dengan surat al-Baqoroh ayat 30 yang menyebutkan Kholifah fi al-Ardl (yang saya artikan pengganti).
“Khaira Ummah” adalah gambaran ideal yang sedikit di sandang oleh manusia secara umum dan mereka mempunyai tugas mulia sebagai mahluk yang sadar dan bertanggung jawab atas peran dan fungsinya, juga sebagai Khaira Ummah mempunyai tanggung jawab kepada an-Nash sebagai mahluk yang lebih umum.
Manusia sebagai “Khaira Ummah” selalu mempunyai klasifikasi khusus yang menjadi prasyarat untuk menyandang titel tersebut, sedangkan klasifikasi berdasarkan surat ‘Ali Imran ayat 110 di atas ada tiga klasifikasi, yaitu:
1.      Menyuruh kepada yang ma’ruf
2.      Mencegah dari yang mungkar
3.      Beriman kepada Allah
Tiga klasifikasi yang disebutkan diatas menjadi prasyarat mahluk yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai Khaira Ummah. Bahkan ayat selanjutnya menegaskan bahwa apabila ahl-Kitab beriman itu lebih baik bagi mereka akan tetapi kebanyakan mereka adalah fasik, kata fasik disini bermakna bahwa ahl-Kitab pada dasarnya mengetahui kebenaran dan keburukan. Mereka hanya memiliki problem kepercayaan yang sengaja di simpangkan oleh tangan-tangan yang tak bertanggung jawab.
Oleh karenya, menurut saya klasifikasi Khaira Ummah tidak hanya disandang oleh orang muslim saja, bahkan dapat di katakan orang yang beragama selain Islam pun dapat kita klasifikasikan sebagai Khira Ummah. Saya yakin, pada dasarnya mereka sadar dan yakin kalau ada suatu kesalahan dalam kepercayaan mereka, akan tetapi problem kepercayaan senantiasa menaungi peradaban manusia dan menjadi musuh yang tidak nyata, kita terkadang tidak bisa memaksakan kepercayaan orang lain walau pun mereka tau kalau kepercayaan mereka salah. Oleh karenya mereka disebutkan dalam al-Qur’an sebagai mu’min (kalau yang sadar dan beriman kepada Allah) golongan ini sangat sedikit, sedangkan yang tidak beriman padahal mereka tahu ada kesalahan dalam kepercayaan mereka, mereka di sebut Allah dengan fasik (atau tau kebenaran tapi tak mempercayainya atau meyakininya) dan golongan inilah yang paling banyak.
Demikianlah analisis tentang kiprah manusia di bumi  yang sering di pertanyakan oleh mayoritas orang, mereka mempertanyakan kebenaran statement “Bahwa manusia adalah wakil tuhan di bumi yang akan menciptakan stabilitas” padahal jika kita pahami secara teliti kita akan mendapatkan suatu kesimpulan yang berbeda, bahkan ada klasifikasi khusus untuk manusia yang dikatakan manusia unggul. Semoga sedikit usaha kritis dan mendalam ini dapat memberikan suntikan semangat perubahan, harapannya adalah dengan adanya usaha terus-menerus mencari kebenaran ini tercipta suatu masyarakat yang kondusif dan rekonsiliasi kemanusiaan yang senantiasa kita harapkan akan terwujud, walaupun itu di anggap utopis bagi sebagian orang.
Karya ini saya persembahkan kepada kawan-kawan yang sedang berjuang dalam sebuah Pusat Studi dan Penelitian yang tergabung dalam:
Association of Islamic Studies (AIS)

1 komentar:

  1. Karya ini saya persembahkan kepada kawan-kawan yang sedang berjuang dalam sebuah Pusat Studi dan Penelitian yang tergabung dalam:
    Association of Islamic Studies (AIS)

    BalasHapus